Senin, 06 Juni 2011

Soal Penyelesaian Sengketa Ekonomi

1. penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut, kecuali :
a. pertikaian
b. negoisasi
c. enquiry
d. good offices


jawaban : a


2. Manfaat yang paling menonjol dalam memperkarakan suatu sengketa adalah :
a. biaya mahal
b. perkara cepat selesai
c. emosional
d. bersifat rahasia


jawaban : b

Soal Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

1. Dibawah ini merupakan kegiatan yang dilarang, kecuali :
a. monopoli
b. monopsoni
c. tawar-menawar
d. penguasaan pasar

jawaban : c

2. - Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah ibuat oleh pelaku usaha
    - Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/ tidakan pelaku usaha
merupakan ............... dari KKPU
a. larangan
b. tugas dan wewenang
c. kesalahan
d. semua benar
jawaban : b

Soal Perlindungan Konsumen

1. Hak dan kewajiban konsumen terdapat dalam Undang-undang perlindungan konsumen, antara lain :
a.Pasal 4 UU No. 8 tahun 1899 
b.Pasal 2 UU No. 8 tahun 1998 
c.Pasal 5 UU No. 8 tahun 1989 
d.Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 


jawaban : d


2. Tuntutan/gugatan kerugian konsumen terhadap produsen secara hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. kerugian transaksi dan kerugian produk
b. kerugian produk dan kerugian keuntungan
c. kerugian transaksi dan kerugian pembayaran
d. salah semua


jawaban : a

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick).
2. Biaya Murah (inexpensive).
3. Bersifat Rahasia (confidential).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN.
7. Tidak Emosional.
*Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution)
*Sistem Concilition
konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian "ajuddication" adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang

Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat


Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau suatu kelompok pelaku usaha.
Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1999 mengenai pelaku usaha yaitu setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang dididrikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupn bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Praktik monopoli berdasarkan UU No 5 Tahun 1999 adalah suatu usaha pemusatan kekuatan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Persaingan tidak sehat berdasarkan UU No 5 Tahun 1999, “Persaingan Antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dana atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Kegiatan yang Dilarang
1. Monopoli
Adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (lokal atau nasional) k\sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan.
2. Monopsoni
Adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli
3. Penguasaan Pasar
Adalah proses, cara atau pembuatan menguasai pasar. Dengan demikian, pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya.
4. Persekongkolan
Adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan.
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasal 1 angka 4 UU No 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berari dipasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dipasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, akses pada pasokan, penjualan, serta untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Dalam pasal 26 UU No 5 Tahun 1999 dikatan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Adalah pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan usaha dalam bidang samapada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8. Penggabungan Peleburan dan Pengambilalihan
Pasal 28 UU No 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan perusahaan tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan yang akan mengakibatkan praktik monopili dan persaingan tidak sehat dan secara tegas dilarang.
Hal-Hal yang Dikecualikan dari UU Anti Monopoli
1. Perjanjian yang dikecualikan
a. Hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta dll
b. Waralaba
c. Standar teknis produk barang dan atau jasa
d. Keagenan yan isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok
e. Kerjasama pnelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
f. Perjanjian internasional
2. Perbuatan yang dikecualikan
a. Perbuatan pelaku usaha yang tergplong dalam pelaku usaha
b. Kegiatan usaha koperasi uang khusus melayani anggotanya
3. Pebuatan dan atau perjanjian yang diperkecualikan
a. Pebuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan UU
b. Pebuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan/ persaingan usaha tidak sehat.
Adapun tugas dan wewenang KKPU, antara lain:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah ibuat oleh pelaku usaha
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/ tidakan pelaku usaha
3. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisaris
4. Memberikan saran dan pertimbangan kebijaksanaan pemerintah
5. Menerima laporan dari masyarakat dan/ dari pelaku usaha tentang dugaan praktik monopoli
6. Melakukan penelitian tentang dugaan praktik monopoli
7. Melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan orang yang mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi
10. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undnag ini
Sanksi
1. Sanksi administrasi Adalah berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian intergrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
2. Sanksi pidana pokok dan tambahan Adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua puluh lima miliar rupiah dan stinggi-tingginya seratus miliar rupiah.
Bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran berat akan dikenai hukuman sesuai pasal 10 KUH Pidana berupa
1. Pencabutan izin usaha
2. Larangan kepada pelaku usaha menduduki jabatan direksi atau komisaris
3. Penghentian kegiatan

Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen
Konsumen berasal dari bahasa Belanda “Konsument” artinya memakai. Menurut para sarjana konsumen diartikan pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka dari para produsen.
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentng perlindungan konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk hidup lain dan todak untuk diperdagangkan. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bhwa pemakai produk itu dapat perorangan atau badan usaha atau badan hukum.
Hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-undang perlindungan konsumen antara lain :
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
  2. Hak untuk memilih  barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
  4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut.
  6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta tidak diskriminatif.
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5 UU No. 8 tahun 1999 mengenai kewajiban konsumen :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
  2. Beritikad baik dalam melakukan trnsaksi pembelian barang atau jasa.
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yng disepakati.
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2. Pengertian Produsen
Produsen termasuk dalam pengertian pengusaha, sebab pengusaha dalam arti luas mencakup produsen dan pegadang perantara yaitu setiap orang atau badan usaha yng menghasilkan barang-barang untuk dipasarkan. Selanjutnya produsen dituntut oleh UU no. 8 tahun 19999 untuk taat terhadap hak dan kewajiban sebagai pelaku usaha/produsen.
Pasal 6 Undang-undang tersebut, diatur mengenai hak pelaku usaha/produsen antara lain :
  1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
  2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
  3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
  4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang berlaku.
  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau dipergunakan.
  6. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
  7. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantin barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatjan tidak sesuai dengan perjanjian.
3. Pengertian tanggung Jawab, Tanggung Gugat, dan Dipertanggung jawabkan.
Tanggung jawab berarti orang harus menanggung untuk menjawab segala perbuatannya atas segala yang menjadi kewajibannya dan di bawah pengawasaanya.
Tanggung gugat berarti seseorang harus menanggung terhadap suatu gugatan yang disebabkan oleh perbuatannya yang merugikan orang lain.
Dipertanggung jawabkan berarti orang harus dapat dipertanggungkan kepadanya yaitu keadaan jiwa yang memungkinkan dinyatakan bertanggung jawab terhadap suatu kelakuan dari perbuatannya.
Dengan menggunakan pengertian di atas, maka tanggung gugat produk merupakan usaha untuk menanggung setiap gugatan yang timbul yang disebabkan oleh kerugin karena pemakaian suatu produk.
Tanggung gugat produk makanan yang cacat, berarti tanggung gugat produsen dari produk makan yang merugikan konsumen karena adanya cacat, tentunya cacat yang tidak diketahui pada saat perjanjian itu dibuat. Adapun pengertian makanan cacat adalah makanan yang tidak sempurna, mulai dari proses penyiapan bahan baku, proses produksi sampai dengan pemasaran. Jika kemudian menimbulkan kerugian bagi konsumen maka di sana berarti terjadi cacat produksi.
Menurut pendapat Blombergen bahwa tanggung jawab dapat menggunakan 2 dasar yakni :
a. Tanggung gugat berdasar perjanjian.
b. Tanggung gugat berdasar perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya setiap pengaduan konsumen tergadap kerugian yang dideritanya dari pelaku usaha dapat ditempuh melalui 2 cara yang disebut pada pasal 45 ayat 1 :
1.           Gugatan kepada pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan produsen di luar perdilan dalam hal ini: Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
2.           Gugatan kepada pelku usaha melalui perdilan umum menggunakan ketentuan hukum acara perdata, sebagaimana penyelesaian kasus perdata pada umumnya.
Tuntutan/gugatan kerugian konsumen terhadap produsen secara hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 yakni :
1)         Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dri jual beli barang yang tidak sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi. Misalnya A membeli jeruk dari B, B sengaja memberikan jeruk yang sudah busuk, sehingga menular kepada jeruk-jeruk yang lain milik A.
2)         Kerugian produk adalah kerugian tyang langsung atau tidak langsung yang diderita akibat dari hasil produksi, kerugian mana masuk dalam resiko produksi akibat perbuatan melawan hukum.
Pasal 1365 KUH perdata menentukan bahwa : “ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Kemudian pasal 1865 KUH perdata menentukan pula bahwa setiap orang yng mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atas guna meneguhkan haknya sendiri, maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang dirugikan oleh peristiwa perbuatan/kelalaian, kurang hati-hati, berhak mendapat ganti rugi (kompensasi) atas kerugianny itu. Tetapi untuk mendapatkan hak ganti rugi tersebut undang-undang membebankan pembuktian kesalahan orang lain dalam peristiwa tersebut kepada mereka yang menggugat ganti rugi.

Konsumen yang dirugikan oleh suatu produk dapat mengambil tindakan dengan cara menunjukkan/membuktikan.
  • Bahwa produk yang dibeli cacat
  • Bahwa cacat tersebut menyebabkan kerugian
Bahwa cacat tersebut menyebabkan/menimbulkan bahaya